| Benar-Benar Tidak Tahu Aturan |
beritasurabayanet - Jakarta : Kondisi trotoar di Jakarta sangat memprihatinkan. Hal itu membuat Jakarta menjadi kota yang kurang ramah terhadap pejalan kaki. Hak pejalan kaki dinomor duakan setelah pengguna kendaraan bermotor.
Hal ini dinyatakan pengamat perkotaan Irvan Pulungan. Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi karena mindset Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang masih mementingkan pengguna kendaraan bermotor dibanding pejalan kaki.
Padahal, keduanya memiliki hak yang sama di jalan, Irvan mencontohkan, pembangunan jalan sering tidak diikuti dengan pembuatan trotoar. Bahkan trotoar yang sudah ada kadang dikorbankan demi pelebaran jalan.
“ Kebijakan yang dilakukan Pemprov Jakarta kurang menyentuh kepentingan pejalan kaki. Mulai dari ketersediaannya yang minim, hingga alih fungsi trotoar masih belum bisa ditangani ,” sentilnya di Jakarta, kemarin.
Sebagai pejalan kaki, lanjut Irvan, ia merasa tidak nyaman dengan kondisi trotoar yang sudah tak laik maupun penggunaannya yang tidak sesuai. Menurutnya, masih banyak pelanggaran penggunaan trotoar yang dibiarkan. Seperti penggunaan trotoar untuk tempat parkir liar dan berjualan hingga digunakan pengguna kendaraan bermotor melintas.
Irvan meminta Pemprov Jakarta agar tegas menindak pelanggaran-pelanggaran tersebut. Dengan begitu, diharapkan trotoar bisa kembali ke fungsinya yang sesuai. Ia juga meminta kesadaran masyarakat agar tidak mengambil hak para pejalan kaki.
Direktur Institute Transportation and Development Program (ITDP) Indonesia Milatia Kusuma mengatakan, saat ini pengendara bermotor di Jakarta belum siap mendukung trotoar untuk dikembalikan menjadi ruang publik, yang selama ini dijadikan sebagai tempat parkir liar.
Menurutnya, upaya mengembalikan fungsi ruang publik yang selama ini disalahgunakan memang tidak mudah. Kenyataannya, pengguna kendaraan pribadi dan penegakan aturan yang ada di Jakarta dinilai belum siap.
Ketidaksiapan itu terlihat dari beberapa hari setelah kegiatan kampanye PARK(ing) Day, pola penyalahgunaan tersebut terjadi lagi. Seperti sepeda motor yang kembali melaju di trotoar dengan cueknya.
“ Padahal Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan Pasal 131 menyatakan, trotoar adalah fasilitas untuk pejalan kaki. Hal ini menjelaskan trotoar bukan ruang untuk dipakai parkir kendaraan pribadi ,” jelas Milatia.
Kondisi tersebut, lanjutnya, menunjukkan perlu adanya usaha lebih keras dari Pemprov Jakarta dalam menegakkan hukum yang berlaku, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam mewujudkan ruang publik.
“ Kenyataan yang muncul di lapangan menunjukkan, sistem informal lebih mendominasi daripada regulasi yang sudah ada ,” tandasnya.
Pengamat tata kota Nirwono Yoga mengatakan, kebijakan trotoar tanpa kendaraan butuh komitmen kuat dari Gubernur DKI Jakarta. Gubernur sebenarnya tinggal menginstruksikan kepada 12 instansi untuk menata dan mengatur ulang trotoar.
“ Salah satu dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) itu harus menjadi koordinator, setiap dinas melakukan perbaikan atau penggalian terhadap trotoar ,” tuturnya.
Menurut Nirwono, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) juga harus tegas menjelaskan fungsi trotoar dan ruang publik, apakah hanya untuk pejalan kaki atau bisa juga digunakan buat Pedagang Kaki Lima (PKL).
Dasar hukumnya, jelas Nirwono lagi, adalah UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum Untuk Penyelenggaraan Pedestrian. (Red. / RMOL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar